selamat datang

great lawyer....
semoga menjadi kenyataan...amin
anda berkunjung, mohon doa ya:)

Senin, 27 Desember 2010

di kamar ku ada sebuah cermin
berbingkai gading bertahta manik-manik perak
terletak di pojok kiri
dan dikanan jendela besar
kau tahu teman, aku tidak pernah berdiri di depan cermin itu
di siang hari.
jika aku ingin bercermin, maka aku akan lari ke kamar sebelah
karena di kamar sebelah cermin nya sebesar kepalaku.
namun, jika petang beranjak dan gelap mulai akan menyelimuti bumi
aku baru beranjak dan berdiri dengan gugup di depan cermin itu
aku membelakangi cahaya bulan yang memaksa masuk melalui jendela kamarku
dan lampu atau cahaya apapun itu, tak kan pernah menyala
baru lah aku bercermin, lama menatap refleksi diriku sendiri di cermin itu

yang terlihat hanya gelap
ya, karena aku lebih suka bercermin di saat malam menjelang, sambil membelakangi cahaya.
bukan, tepatnya teman, aku hanya sanggup melihat bayangan ku sendiri, dan bukan refleksi diriku di cermin itu

Senin, 22 November 2010

dua orang sahabat berjalan menyelusuri padang pasir yang amat luas. Hingga sejauh mata memandang, yang tertangkap hanya gundukan pasir, pasir, dan pasir lagi. Perjalanan panjang itu melelahkan, belum terhitung matahari yang bersinar garang, seolah hanya berjarak sejengkal dari ubun-ubun kepala.
Tetapi, perjalanan itu tetaplah dilanjutkan, meski kaki tertatih melangkah.
Hingga, pada satu titik, yang tak jelas dimana itu, badai pasir datang tanpa diduga dan mengakibatkan kekacauan yang luar biasa. Dua sahabat kebingungan, karena bekal air minum yang menjadi "nyawa" mereka sudah entah kemana. Belum lagi mata dan lubang-lubang tubuh lainnya yang sudah terisi pasir dan jangan tanya sakitnya.
Namun, perjalanan tetaplah sebuah perjalanan, yang harus menemui ujung walaupun waktu tak memberi kepastian untuk mengakhiri nya. Dengan lebih tertatih lagi, dua sahabat saling merangkul dan berbagi kekeuatan, "ayo teman, kita selesaikan semua ini".
Di saat bingung dan kesedihan melanda, salah seorang sahabat menulis di atas pasir dan menumpahkan cerita bahwa mereka dilanda kesusahan. Bekal air mereka raib, dan mereka tidak terlalu yakin akan hidup mereka beberapa menit ke depan, entah masih ada nywa, atau sudah tinggal nama.
berselang waktu kemudian, seorang sahabat berteriak mengatakan bahwa mereka menemukan oase di sana. Sedang, sahabat yang satu kembali tidak percaya, "itu fartamogana". Dekat, dan semakin dekat, ternyata itu memang sebuah sumur kecil yang berisikan sekian liter air, yang akan menjadi penentu hidup mereka
lagi, lagi jangan tanyakan berapa besar bahagia yang dirasakan. Minum sepuasnya, dan mengisi bekal sesukanya, itu lah yang mereka lakukan.
Perjalanan belum berakhir, tetapi setidaknya mereka telah menyelesaikan separonya, dan setengahnya lagi dengan keyakinan baru.
sahabat tadi kembali menulis, tapi tidak di atas pasir melainkan mengukir di atas sebongkah batu. " kami bergembira, kami mendapati sumur yang airnya segar dan menyejukkan"

melihat tingkah pola sahabatnya, rasa ingin tahu sudah tak terbendung lagi, hingga ia bertanya," tadi ku lihat, kau menulis di atas pasir, dan sekarang kau mengukir di atas batu. apa ada sesuatu yang menarik untuk diceritakan?"

sahabat ini tersenyum, dan berujar,"ketika kita kesusahan, aku tulis di pasir biar angin kebahagian membawa serta tulisan itu. tetapi ketika aku mendapatkan kebahagiaan maka aku ukir di batu, agar tidak ada angin bisa menghapusnya, biar dia abadi"





cerita itu, anggap sebagai pengantar tidurmu teman, tapi yang pasti bahwa aku ingin kau seperti seorang sahabat tadi. Ketika ada kegelisahan, maka buatlah hati mu laksana pasir yang luas, dan aku tidak akan melarangmu untuk menumpahkan kegelisahan itu. Bahkan andaikata kau tambah dan kau bumbui dengan caci maki yang penuh kebencian pun silahkan. Namun, ingat jadikan landasan itu adalah pasir, yang tidak bertahan lama dan akan hilang terbawa angin kebhagian, meski sedikit tapi setidaknya membuat tulisan itu kabur berantakan. AKan tetapi teman, ketika kau bahagia, maka rubahlah sekejap hatimu seperti batu, dan ukir lah ceritamu di atasnya, agar hanya triliunan kesedihan dan air mata yang bisa membuat ukiran itu sedikit cacat"

dan, jadi kan lah aku bagian dari ukiran batu tersebut. meski satu dua paragraf, aku ingin menjadi cerita yang kau pilih untuk disimpan di batu dan bukan di pasir

Senin, 19 April 2010

pi b' day mama...

Minggu, 18 April 2010 adalah hari jadi ibu ku yang ke- 47 tahun. Gembiranya menyambut hari tersebut datang. Meskipun, aku terpisah ribuan kilometer dari beliau, tapi hati ini seakan tiada bersekat. Ibu adalah sosok terpenting dan berpengaruh besar dalam hidup semua anak di dunia ini. Tak terkecuali diriku. Bagi ku, ibu tak hanya sekedar seorang wanita yang telah mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan ku dengan segenap kasih dan sayangnya. Tetapi, ibu juga sahabat yang setia dan teman paling mengerti tentang mau ku. Memang, tak bisa ku pungkiri bahwa ibu adalah malaikat pelindung ku di alam fana ini.
Di usia yang menjelang setengah abad ini, ibu tetap "setia" dengan kesederhanaan dan kesahajaannya. Hal itu yang membuat ku acap kali meneteskan air mata rindu di saat aku jauh dari ibu. Ibu ku bukan wanita yang istimewa dalam pandangan umum. Beliau bukan lah wanita yang menyandang gelar pendidikan di belakang namanya. Ibu bukan wanita yang memiliki karier yang cemerlang dalam kehidupannya. Beliau bukan pejabat, PNS, ibu darmawanita, maupun ibu-ibu yang orang memanggil "nyonya" kepadanya. Justru sebaliknya, ibu ku adalah wanita biasa dan serba biasa di setiap lini hidup yang dijalaninya. Beliau cukup puas dengan hanya pendidikan dasar yang dia punya, dan dia cukup bangga dengan statusnya sebagai ibu rumah tangga.
namun, semua itu bukan jadi soal bagi aku, anaknya. Di mata setiap anak, pastilah orang tua mereka menjadi idola dan orang yang terbaik. Karena, sedari seorang anak membuka mata pertama kali di dunia ini, mendengar suara, hingga mampu mengucap kata-kata, semua itu dilewati bersama orang tua, khususnya ibu. Bagiku, ibu adalah guru terhebat yang pernah aku jumpai dalam hidup ini. Sedari aku kecil, hingga beranjak dewasa, ibu tidak pernah terlepas sedikitpun. Dengan nasihat-nasihat nya, dengan contoh yang dia berikan, dan kasih sayang yang tak terhenti tercurah. Walaupun ibu bukan seorang sarjana, tapi ibu ku adalah wanita yang pintar. Dari bagaimana dia mengatur pola perilaku ku, pola makanan ku, hingga mengatur bagaimana aku harus tumbuh menjadi anak yang membanggakan baginya
Alhamdulillah, seiring beranjaknya waktu, dan telah mengumpulkan usia demi usia, hingga aku sudah bisa dibilang matang. Sedikit demi sedikit mimpi dan harapan yang dibangun ibu dan ditiipkan dipundakku menampakkan terangnya. Walaupun, belum ku akhiri mimpi ini. Aku bisa melanjutkan pendidikan ke jenjeng universitas adalah kebanggaan tersendiri bagi ibuku. Beliau selalu berkata, bahwa dia inginkan aku menjadi wanita yang tidak bodoh seperti dirinya
Sesungguhnya, andai engkau mengetahuinya ibu, sampai kapan pun, dan hingga ke strata apa pun ku gali ilmu ini, aku tetaplah seorang anak yang jauh di bawah mu. Tak akan bisa ku saingi cinta dan kasihmu serta pengorbananmu hanya karena aku sarjana, dan bertitel banyak di belakang namaku
Engkau akan tetap lebih pintar dari pada ku, duhai ibu. Karena, engkau pintar lah maka aku terlahir sebagai anak yang tidak mengecewakanmu
sekali lagi, terima kasih ibu, terimakasih untuk seluruh cinta yang tak bisa ku taksir jumlahnya, terimakasih untuk semua doa dan pengorbanannya
Selamat ulang tahun ibu




aku mencintaimu, tak terperih....

Rabu, 14 April 2010

negeri ku, riwayatmu kini

kemaren siang, sepulang kuliah (kira-kira pukul 14.00 WIB). Aku berleha-leha di depan televisi, dengaN niat mendinginkan badan yang panas dan merefresh sedikit pikiran yang tegang selama belajar seharian di fakultas. Pertama, ada FTV di SCTV, ya lumayanlah (pikirku) bersantai sejenak melihat sisi kehidupan yang dikemas dalam bentuk sandiwara. Walaupun sering tidak masuk akal dengan realitas, tapi cukuplah menghibur hati dan jiwa yang "lapar" hiburan.
Break iklan, tangan ini spontan meraih remote control dan mencari-cari channel TV lainnya, ya...semua break iklan. Sampai lima menit kemudian, tak sengaja channel yang kepencet oleh tanganku adalah breaking news di metro TV. Dalam breaking news tersebut, terlihatlah olehku kericuhan antara warga sipil dengan aparat polisi. " Memang zaman semakin edan (kataku), setiap hal harus diselesaikan dengan kekuatan otot. Aparat, yang harusnya menjadi penjaga dan pelayan rakyat, eh...justru berperan sebaliknya sebagai pembantai rakyat. Syukur di Indonesia tidak seperti itu (kataku lagi). Thailand memang mencekam nih......". Tapi, tunggu dulu. kenapa rasanya aku kenal bahasa mereka, dan OMG bukannya itu seragam nya Satpol PP ya?. Haaaa, entah apa yang harus kuungkapkan. Terlanjur malu juga sudah berujar jika di Indonesia tidak terjadi hal yang demikian, eh...malah menuduh thailand. Oh tuhanku,,,setelah ku setel kencang volume TV dan ku simak dengan seksama, semakin teranglah apa yang kulihat di kotak kaca tersebut. Ternyata itu memang di Indonesia kawanku, dan bahkan tempat terjadinya "kericuhan" itu hanya sekian kilo meter dari tempat ku berdiam diri. Yaitu, di kampung koja, Tg Priok Jakut
Apa yang kulihat adalah hal yang membuat aku bergidik ngeri sendiri. Kawan bayangkan sendiri, serasa tidak percaya bahwa hal itu terjadi di negeri yang kucintai ini. Suatu negeri yang keramahan bangsa nya sudah terkenal ke seantero dunia. Suatu negara yang "gemah ripah lo jinawi". Bangsa timur yang menjunjung tinggi kesopanan dan adat budaya. Tapi, itu tinggal kenangan saja rupanya. Kejadian kemaren seolah-olah membuatku berfikir ulang tentang bangsa ini. Bangsa yang ramah berubah beringas dengan senjata terhunus di tangannya. Dengan semangat liar, seolah ingin membantai semua kepala musuh yang ada di sana. Mereka lupa atau terlupa tentang siapa mereka semuanya. Amarah telah menutupi nurani dan hati yang tenang. Jadi, bisa kubilang peristiwa ini menambah catatan kelam dalam perjalanan negeri ini di bidang HAM dan penegakan hukum. Tidak tahu secara pasti siapa yang salah dan patut dipersalahkan. Apakah pemerintah yang disebut-sebut ingin mengambil alih lahan makam, atau masyarakat yang menjadi militan dan membabat bangsa sendiri?. Entahlah...tapi yang pasti, perdebatan panjang tidak akan membawa jalan cerah setituik pun. Yang ada hanya pertentangan yang akan menyulut api perlawanan lebih membara lagi. Selesaikan lah semuanya dengan kepala dingin. Karena kita manusia, yang diberi tuhan akal dan nurani untuk dipergunakan, bukan hanya sekedar pajangan.
wassalam